Sudah satu setengah tahun pandemi masih belum hilang dari negeri ini. Bukannya berkurang, akhir- akhir ini angka positif makin menggila. Bahkan berita kematian akrab di telinga setiap harinya. Tidak jarang di satu desa, sehari ada 2 hingga tiga berita kematian. Bukan hanya karena si covid saja, namun kematian mendadak menimbulkan ketakutan. Sehingga di beberapa daerah mengadakan kegiatan mengusir kesialan agar pagebluk cepat berlalu yaitu dengan ritual bancaan bucu tulak bala di Tuban.
Table of Contents
Bucu, Tumpeng Khas Tuban
Bagi yang tinggal di luar Kabupaten Tuban tentu asing dengan kata bucu. Saya sendiri yang bukan kelahiran atau asli Tuban, mengenal kata bucu setelah tinggal di sini. Bucu adalah sebutan lain dari tumpeng oleh masyarakat Tuban. Sama dengan daerah lainnya, nasi bucu atau tumpeng ini disajikan dalam moment tertentu yang biasanya dianggap sakral.
Bucu adalah sebutan lain dari tumpeng oleh masyarakat Tuban.
Sejarah Nasi Tumpeng
Asal tumpeng yang merupakan nasi yang berbentuk kerucut ini tidak lepas dari tradisi masyarakat Jawa yang telah mengakar. Di pulau Jawa yang banyak terdapat gunung berapi dianggap sebagai tempat bersemayamnya para dewa atau Hyang. Setelah Islam masuk ke tanah Jawa, terjadi akulturasi budaya Jawa, Hindu dan Islam.
Dinamakan tumpeng sendiri merupakan akronim dari istilah Jawa “yen metu kudu sing mempeng” yang berarti jika keluar harus bersungguh- sungguh. Maknanya dari kata tumpeng tersebut adalah jika melakukan pekerjaan apapun harus dilakukan dengan sungguh- sungguh sehingga hasilnya maksimal.
Dari istilah tersebut, tidak jarang saat peresmian, ulang tahun atau kegiatan lainnya melakukan potong tumpeng dengan tujuan agar apa yang diusahakan tersebut bisa sukses. Tumpeng juga menjadi simbol hubungan manusia dengan Tuhan sebagai wujud rasa syukurnya.
Macam- macam Nama Tumpeng
Dengan berkembangnya jaman, setidaknya beberapa ragam bucu di masyarakat Jawa yang satu dengan lainnya berbeda sesuai dengan fungsinya antara lain : tumpeng punar, tumpeng robyong, tumpeng megana, tumpeng pungkur, tumpeng kendit, tumpeng kapuranto, tumpeng asrep- asrepan, tumpeng ponco warno dan tumpeng rasulan.
Tumpeng Kendit, Bucu Tulak Bala Masyarakat Tuban
Sekitar sebulan ini, hampir setiap hari ada berita kematian yang disiarkan toa masjid desa. Bahkan sehari berita tersebut bisa dua hingga tiga kali. Bisa dibilang kejadian seperti sekarang ini belum pernah terjadi sebelumnya. Dan, ternyata bukan hanya di desa saya saja. Beberapa teman sharing di laman media sosialnya juga mengalami hal sama di tempat tinggalnya.
Cuaca yang ekstrem dan munculnya beberapa kasus Covid di desa membuat angka kematian meningkat. Tidak mengherankan jika kejadian yang tidak biasa membuat warga kampung berinisiatif untuk mengadakan ritual tulak balak. Salah satunya dengan mengadakan bancaan bucu tolak balak.
Pada acara tulak bala tersebut setiap rumah membawa tumpeg kendit ke beberapa titik di desa. Bisa diperempatan jalan desa. Di pintu masuk desa hingga tempat-tempat yang dianggap keramat. Tumpeng dengan nasi yang berbentuk limas itu kemudian di letakkan di tengah warga yang mengikuti ritual untuk dibacakan doa. Setelah selesai, bagian atas nasi tumpeng kendit dibuang sebagai simbol kesialan. Sedangkan untuk bucunya bisa dibuang kembali dan dimakan bersama keluarga.
Kesimpulan
Semoga saja upaya masyarakat desa di Tuban dengan mengadakan ritual bucu tulak bala bisa menjadikan daerah mereka menjadi aman kembali. Hadirnya kembali tradisi Jawa tersebut juga sebagai upaya melestarikannya sehingga tidak punah ditelan oleh jaman.